Harus
kutinggalkan sejenak dirinya
Untuk kembali
mengabdikan diri pada keadaan
yang
mengharuskan aku melakukan ini semua
Meninggalkan
ibu juga orang-orang yang kusayang
Ya Rabb kuatkan
hambaMu yang lemah ini
Aku menitikkan air mata membaca
kalimat-kalimat yang ku tulis sendiri itu. Yah, aku memang harus melakukannya.
Sesulit apapun itu aku harus berani mengambil keputusan ini. Agar tak ada kata
terlambat di kemudian hari. Kuselipkan lembaran kertas itu dalam buku catatan
harianku. Aku beranjak dari tempat tidurku dan melangkah ke luar rumah menuju
serambi depan. Aku duduk termenung sendiri. Batinku perih. Rasanya aku tak
ingin meninggalkan ibu dan Syifa....
“ Anna...”
Aku tersentak
kaget mendengar panggilan ibu. Segera aku berlari menuju kamar ibu. Ibu sedang
sakit. Bagaimana tega aku meninggalkannya sendiri???
“ Iya bu,,, Anna di sini. Di
samping ibu,”ucapku lirih. Kupegang tangan ibu. Aku sangat menyayanginya.
Sangat...............
“ Anna, jika kamu akan pergi dan
bekerja di sana, pergilah.... ibu tak akan melarangmu... ibu akan sangat bangga
sekali jika kamu bisa berada di antara orang-orang seperti mereka. Ibu akan
sangat bangga Anna....” aku menitikkan air mata. Dadaku terasa sesak sekali.
“ Lalu bagaimana dengan ibu??
Ibu sedang sakit seperti ini. Anna tak tega meninggalkan ibu dalam keadaan
seperti ini. Anna ingin di sini, merawat ibu..”
“ Ibu tidak apa-apa..uhuk
uhuk.... ibu akan baik-baik saja, Nduk!!!!” Ibu mengusap kepalaku dengan
lembut. Aku mana tega meninggalkan ibu??? Aku takut kahilangannya...
“ Anna, kau di sana mengemban
tugas yang mulia. Ibu sangat berharap kamu bisa menjadi orang besar yang bisa
membuat ibu bangga dan menjadi orang tua yang tidak gagal dalam mendidik
anaknya!”
“ Tapi berat bagi Anna
meninggalkan ibu..!”
“ Di sini kan masih ada adikmu,
Syifa.. Dia bisa membantu merawat ibu.. sudahlah Anna.. pergilah!!! Ibu akan
ikhlas atas semua ini..” Aku terisak di pangkuan ibu. Aku tak bisa
meninggalkannya. Terasa berat sekali... sungguh Ya Rabb... kuatkan aku!!!!
Jumat pagi aku sudah bersiap
untuk berangkat ke Pondok An Nur. Pondok yang juga sekaligus sekolah. Di sini
siswa-siswinya tidak hanya belajar tentang agama islam saja, tetapi juga
pelajaran umum seperti sekolah yang lain. Namun sayangnya baru ada tingkat SMK
saja.
“ Ibu, Anna pamit dulu. Doakan
Anna agar Anna bisa memberikan yang terbaik untuk semuanya. Juga bisa menjadi
seperti yang Ibu inginkan.”
“ Iya Anna... Ibu selalu berda
untukmu!”
“ Syifa, jagain Ibu yah??? Rawat
ibu dengan baik. Mbak berangkat dulu ya??”
“ Iya Mbak. Syifa akan menjaga
ibu dengan baik seperti pesan Mbak Anna,” Syifa mencium tanganku.
“ Anna berangkat, Bu.
Assalamu’alaikum....” Aku menyalami tangan halus Ibu dan menciumnya.
“ Wa’alaikumsalam.. Hati-hati di
jalan ya Nduk?”
Aku memantapkan hatiku melangkah
menuju terminal. Tak lama aku menunggu, aku sudah menaiki angkot yang akan
membawaku menuju Pondok An Nur. Sekitar 30 menit lamanya aku termenung sendiri
dalam angkot hingga aku sampai di depan Pondok An Nur. Aku turun dan segera
memasuki pondok.
Enam bulan sudah aku di sini.
Menjadi pengurus tetap SMK sekaligus Sie. Keamanan pondoknya. Rasanya aku sudah
rindu sekali dengan Ibu dan Syifa. Sudah sembuhkah ibu???
Tengah malam aku terbangun dari
mimpi yang serasa nyata di depanku. Ibu meninggal... aku beristighfar dan
berlari menuju kamar mandi untuk mengambil air wudlu. Ku tunaikan shalat
tahajud untuk menentramkan hatiku. Aku memohon agar Allah selalu menjaga Ibu
dan Syifa.
“ Kriiiiiiiiiiiiiiiiiing...”
telepon kantor berbunyi dengan nyaring.
“ Assalamu’alaikum... “ ku
angkat telepon dengan hati yang tak menentu.
“ ya.. bagaimana bu? Ada yang
bisa saya bantu?” sepertinya aku mengenal suara ini..
“ apa saya bisa berbicara
dengan Anna Aniqah?” ucap ibu di seberang sana.
“ Iya Bu, saya Anna Aniqah. Ibu
siapa?”
“saya Bu Mirah Anna. Saya mau
mengabarkan kalau Ibu kamu meninggal tadi pagi jam 8..”
Degg.............. sekitarku
terasa gelap. Ibu........... mimpi tadi malam....
“ Innalillahi wa inna ilaihi
raji’un.... terima kasih Bu Mirah. Saya akan segera pulang,” aku tak kuat
menahan tangisku.
“ Ya sudah, nanti biar di jemput
Pak Sidiq ya An?? Biar beliau sekalian yang meminta izin kepada Pak Kyai.”
“ Baik Bu. Anna siap-siap dulu.”
“ Kamu yang tabah ya Nduk...
Wassalamu’alaikum..”
“ Iya Bu, Wa’alaikumsalam.” Bu
Mirah menutup teleponnya. Aku meletakkan gagang telepon itu. Tubuhku rasanya
lemas tak berdaya. Ibu.... kenapa engkau pergi Ibu????
Beberapa menit kemudian aku
sudah sampai rumah. Di depan rumahku sudah ramai dengan tetanggaku. Di sampiing
rumah juga sudah ada tempat untuk memandikan jenazah ibu. Aku masuk ke dalam
rumah. Syifa yang pertama kali melihatku langsung berlari memelukku.
“Mbak... Ibu.....” Syifa
menangis dalam dekapanku. Aku pun tak kuasa menahan sedih yang sedari tadi
sudah aku simpan rapatt agar aku tetap bisa tegar di hadapan adikku.
“ Kamu yang sabar ya An?? Kami
ibu-ibu akan membantu mu untuk semuanya. Kamu yang sabar dan tenangkan adikmu.
Kami akan mengurus jenazah ibumu. Sebentar lagi akan dimandikan,” ucap Bu
Mirah.
“ Iya. Terima kasih Bu
Mirah,”aku belum bisa berbicara banyak. Hatiku masih kacau.
Sekitar pukul 11 siang ibu
dimakamkan. Aku dan Syifa turut serta mengantarkan ibu ke tempat
peristirahatannya yang terakhir. Ibu dimakamkan di samping makam bapak. Syifa
masih menangis. Aku tahu Syifa sangat sedih. 6 bulan lamanya dia merawat Ibu
yang sakit tanpa aku. Aku tahu hatinya masih labil.
“ Anna, Syifa, ayo pulang.
Biarkan Ibu kaliaan beristirahat dengan tenang,”ajak Bu Mirah.
“ Iya Bu. Kami ingin tinggal di
sini sebentar lagi,”ucapku pada Bu Mirah sambil menyeka air mataku.
“ Ya sudah. Ibu tinggal dulu ya?
Tabahkan hatimu juga adikmu.” Aku mengangguk pelan.
Pemakaman sepi. Tinggal aku dan
Syifa yang masih diam memandangi makam Ibu yang masih baru. Ibu begitu cepat
engkau menyusul ayah dan meninggalkan aku dan Syifa. Aku belum bisa membuatmu
bangga melihat aku berhasil ibu.. jerit hatiku pelan.. Tapi aku tetap harus
tegar di depan Syifa dan semua orang. Aku ingin Syifa tetap tegar dan kuat meski
sekarang sudah tidak ada ibu lagi.
“ Syifa, Mbak tahu ini berat
buat kamu. Hidup tanpa ada Bapak dan Ibu lagi. Tapi kita tetap harus kuat. Mbak
yakin Allah pasti tahu jika memang inilah yang terbaik untuk ibu. Sekarang
Syifa harus lebih kuat. Yah??”
“ Iya Mbak. Syifa tahu. Syifa
ngerti.. Semoga Ibu dan Bapak bisa tenang dan damai di sana. Syifa akan selalu
berdoa untuk Bapak dan Ibu.”
Aku mengangguk memandang wajah
putih Syifa. Tak mudah baginya untuk menjalani hari kemudian. Tapi aku yakin
Syifa akan bisa tumbuh menjadi gadis yang kuat dan mandiri. Karena inilah
keinginan terakhir ibu yang tertulis di surat yang ibu titipkan pada Bu Mirah
sebelum Ibu pergi.
Anna janji ibu,,, Anna akan
menjadi kakak yang baik untuk Syifa. Anna akan mendampinginya agar kami bisa
menjadi seperti yang ibu inginkan.
Semoga Allah SWT kan memberikan
tempat terbaik untuk Ibu dan Bapak....