Seperti biasa, usai mengerjakan berbagai kegiatan di rumah, aku menyempatkan untuk duduk di sebuah kursi di ruang tamu. menatap lurus ke depan, di mana terdapat berbagai macam pepohonan yang ditanam oleh Bapak dan Mamak. Pohon durian montong (buah yang tidak kusukai) sudah mulai meninggi. Beberapa pohon pepaya yang mulai berbunga. Juga beberapa tanaman seperti kacang-kacangan, singkong, dan cabai terlihat makin segar tersiram hujan semalam. Apa yang kau bayangkan? Suasana di depan rumahku sangat asri, bukan?
Terlepas dari tanaman-tanaman tersebut, ada yang diam-diam kurenungkan setiap pagi. Allah mengujiku dengan sekian banyak nikmat, yang mungkin saja tidak setiap orang bisa dapatkan. Ada yang sebelum subuh harus sudah berangkat kerja, meninggalkan suami dan anak-anak mereka, demi untuk melanjutkan kehidupan. Ada yang sebelum matahari terbit sudah harus melaju di tengah jalan raya, demi untuk sampai di tempat kerja tepat waktu. Sedang aku di sini, masih bisa menikmati hangatnya mentari pagi sambil menjemur baju. Duduk di depan rumah, memejamkan mata dan mendengarkan suara burung yang ramai. Inilah yang baru kusadari akhir-akhir ini. Sakit yang memaksaku untuk tetap tinggal di rumah selama hampir 3 bulan ternyata membuatku menutup mata dari sekian banyak nikmat lain yang Allah berikan. Mungkin lewat sakit ini, Allah ingin aku terus bersyukur dan bersabar dalam ujian ini.
Bedrest di awal-awal kehamilan memang sangat membuatku kepayahan. Alhamdulillah sekarang memasuki 14 minggu. Masa-masa terberat di awal kehamilan sudah terlewati. Meski sekarang tak bisa terlalu banyak beraktifitas seperti dulu. Aku juga belum bisa seperti teman-teman yang lain, yang bisa kembali mengajar meski perut semakin membuncit. Rasanya ingin sekali kembali beraktifitas seperti semula. Namun, sekarang aku sudah kehilangan dukungan dan izin dari suami. Bukan karena apa, ia hanya khawatir akan kesehatanku dan bayiku. Apalagi perutku juga makin membesar, terkadang sudah kewalahan sendiri jika harus duduk lama. Namun memutuskan untuk resign dari sekolah juga bukan keputusan yang mudah bagiku. Masih banyak pertimbangan. Aku hanya berharap yang terbaik untuk semuanya.