Kaulah Senja Itu
“Maksud kamu Fen?”
“Yaa.. Sebelum kamu melamarku, ada orang lain yang sudah
mengutarakan hal yang sama. Tapi aku belum memberikan jawaban kepadanya.”
“Boleh aku tahu siapa dia Fen?”
“Yaa.. Namanya Adrian Pamungkas. Dia seorang Manager
Pemasaran sebuah perusahaan batu bara di Tenggarong. Mama yang ngenalin dia ke
aku. Tiga kali dia main ke rumah. Dan 2 hari sebelum aku berangkat ke Makassar
dia datang ke rumah, meminta sama mama untuk meminangku. Aku bilang sama mama,
belum bisa beri jawaban sekarang. Dan sekarang aku sudah mendapat jawabannya.
Maaf Bi, aku lebih memilih Adri,” Kali ini aku benar-benar mampu untuk
tersenyum tulus.
“Tapi kenapa Fen? Bukankah kau lebih mengenalku daripada
dia?” Kulihat kau sangat gusar dan kecewa mala mini Bi.
“Kau tahu kenapa Bi? Hanya satu, dia sangat solih. Dan caranya
memintaku pada mama, itu yang membuatku luluh. Dia sangat santun dan baik
sekali. Rasanya aku langsung jatuh cinta padanya. Bahkan dia tidak mengajakku
untuk berpacaran..”
“Aku juga tak mengajakmu untuk berpacaran kan Fen? Aku
mengajakmu untuk menikah!” Aku hanya tersenyum. Belum pernah aku melihatmu
sekecewa ini Bi.
“Iya, kamu benar Bi. Tapi aku butuh dia untuk membimbingku
untuk menjadi lebih baik lagi. Aku sadar diri, selama ini ibadahku
jarang-jarang. Dan dia mulai menyadarkanku dengan berbagai hal yang dia
lakukan. Aku tahu sibuknya pekerjaan dia. Namun, dia masih mampu untuk
beribadah sholat tepat waktu. Sedangkan aku? Masih sering kutunda-tunda bahkan
terlupakan. Untuk itu aku butuh dia. Dia mau menerimaku dengan segala
kekuranganku, dan dia juga bersedia untuk membimbingku. Asal kau tahu Bi, dia
juga yang mengenalkanku pada jilbab ini,”jelasku panjang lebar. Kupandangi
mommy, beliau hanya tersenyum dan mengangguk. Itu artinya beliau tak
mempermasalahkan hal ini. Kupeluk mommy erat. Beliau sudah kuanggap seperti ibu
sendiri.
“Aku tak tahu. Aku gak bisa terima ini.” Abi melangkah
pergi. Meninggalkan aku dan mommy.
“Gak apa-apa Fenny. Dia hanya butuh waktu untuk menerima
keputusanmu. Nanti biar mommy yang bicara sama Abi. Mommy ikut bahagia atas
keputusanmu. Sering-seringlah datang kerumah jenguk mommy setelah nikah nanti
ya Fen,” kata mommy. Aku mengangguk pelan. Mommy pamit duluan. Aku masih ingin
di sini. Memerhatikan jejakmu Bi. Aku hanya bisa berharap. Semoga kenanganku
turut serta dengan langkahmu menjauh dariku. Gerimis kembali turun. Aku
bergegas mencari taksi dan pulang ke penginapan.
#Pantai, Siluet Senja
Kulangkahkan kaki telanjangku menyusuri bibir pantai.
Menjejalkan jari-jari kecilku di antara pasir-pasir pantai Makassar. Ahh.. Hari
terakhirku bermain pasir dan ombak dan menjaring senja antara kenangan dalam
siluetnya. Kuambil beberapa jepretan pantai Makassar. Suatu hari nanti akan
kurindukan lagi tempat yang berkesan ini. Aku tersenyum sekilas.
“Kriiinggggg” sebuah panggilan masuk. Tertera nama Mas Adri
di sana.
“Assalaamu’alaykum..”
“Wa’alaykumussalam..” jawab suara di seberang sana.
“Iya mas, ada apa?” tanyaku pelan. Kali ini aku mampu
tersenyum kembali.
“Tidak apa-apa Dek. Maaf saya mau tanya, Adek kapan bisa
menjawab lamaran saya? Bukan bermaksud untuk terburu-buru. Tapi saya juga butuh
kepastian Dek. Ini sudah hampir satu bulan lebih. Dan sampai sekarang saya
belum mendapat jawaban apapun,”katamu tenang. Ahh.. Pembawaanmu membuatku jatuh
hati Mas, batinku lirih. Aku tersenyum lagi.
“Adek jawab kalau sudah pulang ke Balikpapan ya Mas.”
“Adek kapan pulang?”
“Insya Allah malam ini. Take off jam 7.”
“Baiklah, Dek. Saya ke rumah besok ba’da dzuhur gimana Dek?”
“Iya, Mas. Adek tunggu di rumah besok.”
“Iya sudah kalau begitu. Wassalaamu’alaykum Dek.”
“Wa’alaykumussalam Mas.” Klik! Kusakukan lagi handphone mini
itu. Sambil tersenyum, kulangkahkan kaki kembali menyusuri pantai. Kali ini
kutemui lagi kemuning senja seperti beberapa hari yang lalu. Ahh.. Cantik
sekali sore ini. Rasanya hati enggan berpaling. Tapi jam sudah menunjukkan
pukul 05.55. Saatnya aku kembali ke penginapan dan bersiap-siap untuk pulang.
Kulempar senyuman, berharap ini bukan senyumanku yang terakhir untuk pantai
ini.
0 comments