Tarian Hujan - 1

by - 11:06 AM

Hai ang.. Subuhku kembali dihiasi rintih hujan. Bersamaan dengan angin pagi yang dingin menusuk tulang. Hanya ada awan pekat menghitam. Hening. Semua masih terlelap. Hanya ada aku dan Al qur'an yang setia menemani pagi ini.
Sehabis tahajud tadi aku tak lantas bangkit. Ku ambil mushaf dan kubaca perlahan. Takut membangunkan santriwati lain yang terlelap sehabis balajar tadi malam di mushola pondok. Beberapa kali kuseka air mata mendapati diriku tenggelam dalam Surat Ar Rahman, salah satu surat favoritku yang istiqomah kubaca setiap hari, bersamaan dengan Surat Al Waqi'ah dan Al Mulk sebelum tidur.
Air mataku makin deras tiap kali mendapati ayat "Fa bi ayyi 'aala i rabbikumaa tukadzziban", "Maka nikmat tuhanmu manakah yang kamu dustakan?" Allah.. Hatiku merintih. Makin deras dan semakin deras. Mukenaku basah. Tubuhku lemas. Betapa aku kurang bersyukur atas apa yang selama ini telah Engkau berikan. Aku mencoba bangkit dan melanjutkan bacaanku. Kuseka air mata dan kulepas mukena kemudian berjalan pelan menuju tempat wudhu. Aku ingin memperbaharui wudhu.
Seorang akhwat lewat dan melempar senyum santunnya sebagai tanda takzimnya padaku. Aku balas dengan senyuman dan anggukan kepala.
"Sudah tahajud ukh?" tanyaku pelan. Masih dengan perasaan yang bergejolak.
"Ini baru mau ambil wudhu ukh. Antum sudah tahajud?" katanya balik menanyaiku. Aku hanya mengangguk perlahan.
"Mari, ana duluan ukhti." Katanya sambil berlalu. Aku masih mematung di tempat wudhu. Seketika teringat tugas kuliah yang belum selesai. Dan ba'da Jumat nanti harus dikumpulkan. Astaghfirullah.. Aku menghela nafas pelan dan berjalan menuju kamarku.
Sudah 2 tahun aku mengabdikan diri di pesantren An Nisa' ini. Bapak dan ibu awalnya kaget ketika aku secara tiba-tiba memohon izin untuk masuk pesantren.
"Kalau kamu masuk pesantren gimana kuliahmu Nduk?" tanya Bapak. Ibu hanya.ikut mendengarkan sambil sesekali mengelus tanganku.
"Pak, Intan akan tetap kuliah. Intan tahu bapak sama ibu sudah mengeluarkan banyak uang untuk membiayai kuliah Intan. Makanya Intan ingin memperbaiki diri agar bisa menjadi anak sholihah seperti harapan bapak sama ibu. Dulu, setelah Intan selesai SMA bapak kan yang memberi Intan pilihan, kuliah atau pesantren? Intan dengan tegas menolak pesantren karena dulu Intan menganggap pesantren itu kuno dan sok agamis. Sekarang Intan baru sadar, Pak, Bu. Maafkan Intan," air mataku tumpah, begitu juga Ibu. Kudengar bapak mengucap Allahu Akbar dengan lirih. Senyum mengembang di bibir bapak juga ibu.
"Baiklah, bapak setuju kalau kamu mau kuliah sambil mondok. Gimana bu?" tanya bapak.
"Ibu setuju sekali pak. Alhamdulillah doa ibu selama ini dikabulkan oleh Allah." Air mata kembali meleleh dari mata indah ibu.
Ahh.. Jika mengenang 2 tahun lalu rasanya mata ini tak mau berhenti mengalirkan air mata. Kususut air mataku perlahan. Dan kembali kubuka buku tugas yang nanti harus kuselesaikan. Bismillah. Ucapku pelan.

Dalam pengembaraan yang terasa masih panjang, juga perjuangan untuk sebuah senyuman kebanggan dari bapak juga ibu. Disanalah melesat cepat semangat yang tak akan pernah padam. Saat peluru dari diri sendiri telah berbalik menghujam nadi, apalagi yang ingin kau lakukan sekarang? Aku sudah mulai memperbaiki diri sejak 2 tahun yang lalu.
Hai, apa kabar kamu? Ikhwan dengan wajah teduh. Serasa damai sekali hidupmu. Aku hanya mampu mengamatimu dari koridor kelas dan dalam lorong-lorong panjang kampus kita.
Bersambung..

You May Also Like

0 comments

Allah dulu, Allah lagi, Allah terus. ALhamdulillah